Oooh, Jadi Begini Cara Kerja Sedekah?
Kenalin, ini om saya. Lebih tepatnya, om suami saya, namanya Om Sugeng. Doi amat sangat beken di dinasti keluarga besar kami. Kenapa? Yap, karena omku ini meski tajir melintir, doi sama sekali jauuuuh dari kata congkak bin sombong. Omku rajin membantu kalau ada saudara yang kesusahan. Omku tak pernah yang lebaaay ketika digencet problema hidup. Dan satu lagi, omku ini, pemurahnya kebangetan.
Bayangin aja. Beberapa kali dia mentraktir SEMUA personil keluarga besaristrinya. Padahal, dinasti keluarga istrinya terdiri dari 9 orang. Masing-masing punya anak antara 1-4 orang. Dan, anak-anak ini bereproduksi, dan terbitlah cucu-cucu sebanyak (masing-masing) 1-3 orang. Bisa dibayangkan, berapa jumlahnya?
Dimana lokasi favorit Om Sugeng dalam mentraktir kami? Resto-resto kelas yaaa gitu deh, daan… vila-vila yang aduhai. Salah satunya, adalah Vila Jambuluwuk Batu, Malang. Dimana satu vila (terdiri dari 3-4 kamar) dibanderol 4 jutaan. Berapa vila yang disewa omku? 5 vila! Jadi, paling tidak, buat mentraktir vilanya aja, om Sugeng merogoh kocek DUA PULUH JUTA RUPIAAAAAH… **diucapkan dgn intonasi Agan Uya**
Apa terus Om Sugeng jadi snob gitu? Berasa wow banget gegara nraktir kita semua?
Ternyata, enggak blasss, sodara-sodara. Doi teteuup aja dengan gayanya, yang membumi dan sama sekali enggak gila hormat.
Justru ini yang bikin kita respek ama doi. Dan, di lubuk hati yang terdalam, dengan kadar ikhlas yang tak dibuat-buat, aku yakin, semua elemen keluarga besar mendoakan rezeki Om Sugeng terus berkaaaah dan melimpaaah ruah. At least, supaya doi bisa sering-sering nraktir kita dong, hahaha….#modus #batal ikhlas #ternyata pamrih
Lalu, lalu, setelah episode Jambuluwuk, bagaimana kabar Om Sugeng dan keluarga?
Bisnis doi kian moncer. Melesaaat! Rezekinya gak abis-abis. Doi berkiprah di dunia properti (punya kos-kosan, vila, dll), forwarding, shipment, perkebunan, dan SEMUANYA produktif banget! Nggak heran, 2 bulan setelahnya, doi umroh SEKELUARGA.
I think itulah cara sedekah bekerja. Ketika om Sugeng menyedekahi *duuh, bahasanya kok ga enak yak?* sanak familinya dengan traveling ke Jambuluwuk, saat itulah, jiwa-jiwa kami para penerima sedekah ini ngerasa thankful banget. Spontan, kita sama-sama mendoakan omku itu. Tanpa dikomando.
Dan, walaupun kami, para sanak saudara ini enggak bisa diandalkan dalam hal berbarter kebaikan; kami tetap mentransfer DOA. Somehow, doa orang-orang yang lemah dan teraniaya tapi bahagia cepet dikabulkan. Dasar omku bukan tipe yang ngarep juga sik. Doi nothing to lose ajah, dipadu semangatnya untuk terus menjemput rezeki, maka di sinilah sunatullah berlaku.
Hukum alamnya kurang lebih begini:
A. Omku semangat kerja. Menjemput rezeki. Investasinya keren. No wonder rezekinya deres ngalir.
B. Omku suka berbagi. Ke siapapun. Saudara besarnya. Saudara besar istrinya. Dhuafa. Ke Masjid. Ke desa asal. Ke mana saja. Dan, ada sebait doa yang dirapalkan para penerima sedekah omku. Ini yang menggerakkan rezeki dengan begitu mudahnya ke arah om Sugeng.
Begitulah.
Nggak usah deh, kita ngerasa begitu jumawa dengan semua “hebat” yang kita (merasa) punya. Who do you think you are? Kalau Allah mencabut nikmat “cerdas” “tangkas” “hebat dalam berbisnis”, lalu kita bisa apa? Justru, hukum Allah berlaku, manakala kita ingat ada hak-hak orang lain yang harus tertunaikan dari harta yang kita genggam.
Saya bikin tulisan ini, bukan mau ceramah atau what-so-ever. Udah banyaklah ustadz-ustadz yang jauh lebih capable, dan apalah artinya @nurulrahma yang cuma butiran debu ini. Postingan ini, to be honest, jadi semacam luapan kegelisahan jiwa terhadap pikiran segelintir orang yang posting tulisan di sebuah situs yang … ah, sudahlaaah… saya ogah berbagi link yang nantinya justru bikin kepala jadi mumet.
Sebagian orang yang bikin tulisan di situs tadi, begitu pe-de dengan konsep-konsep keberhasilan yang ada di batok kepala mereka–> Bahwa, usaha yang sukses karena kita menginvetasikan duit dengan benar, plus ada dana cadangan yang lumayan, dan semuanya kita gunakan untuk bisnis. Jangan dengerin semua omongan para (so-called) ustadz yang ajak sedekah, dll-nya. Karena iya kalau tuhan mengabulkan doa lo? Kalo kagak?
Oh, men. Plis. Deh. Saya setuju, kalau doa tanpa usaha itu BOHONG. Sementara usaha tanpa doa adalah SOMBONG. Emang kita punya hak apa buat menyombong?(*)
Komentar
Posting Komentar